Adalah
menetapkan bunga/melebihkan
jumlah pinjaman saat
pengembalian, berdasarkan
persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang dibebankan kepada
peminjam.
bermakna: ziyadah
(tambahan). Dalam pengertian lain, secara linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar .
Riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Ada beberapa
pendapat dalam menjelaskan riba, namun
Secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa:
Riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi
jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam.
Riba bukan cuma persoalan masyarakat
Islam, tapi berbagai kalangan di luar Islam pun memandang serius persoalan
riba. Kajian terhadap masalah riba dapat dirunut mundur hingga lebih dari 2.000
tahun silam. Masalah riba telah menjadi bahasan kalangan Yahudi, Yunani,
demikian juga Romawi. Kalangan Kristen dari masa ke masa juga mempunyai
pandangan tersendiri mengenai riba.
Secara garis besar riba
dikelompokkan menjadi duaYaitu
1.
Riba hutang-piutang dan
2.
Riba jual-beli.
Riba hutang-piutang terbagi lagi
menjadi riba qardh dan riba jahiliyyah. Sedangkan riba jual-beli terbagi atas
riba fadhl dan riba nasi’ah.
- Riba Qardh
- Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang (muqtaridh).
- Riba Jahiliyyah
- Hutang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu membayar hutangnya pada waktu yang ditetapkan.
- Riba Fadhl
- Pertukaran antarbarang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi.
- Riba Nasi’ah
- Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian.
Riba dalam agama Islam
Dalam Islam, memungut riba atau
mendapatkan keuntungan berupa riba pinjaman adalah haram. Ini dipertegas dalam Al-Qur'an Surah Al-Baqarah ayat 275 :
وَأَحَلَّ اللَّهُ
الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
...padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba....
Surah Al-Baqarah ayat 275 :
275. Orang-orang yang
makan (mengambil) riba[174] tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila[175]. keadaan
mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat),
Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan
jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya
larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya
apa yang Telah diambilnya dahulu[176] (sebelum datang larangan); dan urusannya
(terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu
adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
[174] Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl.
riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang
meminjamkan. riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang
sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya Karena orang yang menukarkan
mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi,
dan sebagainya. riba yang dimaksud dalam ayat Ini riba nasiah yang berlipat
ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman Jahiliyah.
[175] Maksudnya: orang yang mengambil riba tidak
tenteram jiwanya seperti orang kemasukan syaitan.
[176] riba yang sudah diambil (dipungut) sebelum
turun ayat ini, boleh tidak dikembalikan.
Pandangan ini juga yang mendorong
maraknya perbankan syariah dimana konsep keuntungan bagi penabung didapat dari
sistem bagi hasil bukan dengan bunga seperti pada bank konvensional, karena
menurut sebagian pendapat (termasuk Majelis Ulama Indonesia), bunga bank
termasuk ke dalam riba. bagaimana suatu akad itu dapat dikatakan riba? hal yang
mencolok dapat diketahui bahwa bunga bank itu termasuk riba adalah
ditetapkannya akad di awal. jadi ketika kita sudah menabung dengan tingkat suku
bunga tertentu, maka kita akan mengetahui hasilnya dengan pasti. berbeda dengan
prinsip bagi hasil yang hanya memberikan nisbah bagi hasil bagi deposannya.
dampaknya akan sangat panjang pada transaksi selanjutnya. yaitu bila akad
ditetapkan di awal/persentase yang didapatkan penabung sudah diketahui, maka
yang menjadi sasaran untuk menutupi jumlah bunga tersebut adalah para pengusaha
yang meminjam modal dan apapun yang terjadi, kerugian pasti akan ditanggung
oleh peminjam. berbeda dengan bagi hasil yang hanya memberikan nisbah tertentu
pada deposannya. maka yang di bagi adalah keuntungan dari yang didapat kemudian
dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati oleh kedua belah pihak. contoh
nisbahnya adalah 60%:40%, maka bagian deposan 60% dari total keuntungan yang
didapat oleh pihak bank.
Al-Hadits
Dari Abu Sa'id Al-Khudri bahwa
Rasullulah Saw bersabda:
- “Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka.” (HR. al-Baihaqi, Ibnu Majah dan Shahi menurut Ibnu Hibban)
Dari Suhaib ar-Rumi r.a bahwa Rasulullah Saw bersabda:
- “Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah)
Referensi